Satu Dekade Bercerita & Bergerak Bersama Litara

Sabtu, 17 Februari 2024, bertempat di ITB Press Store, Bandung diselenggarakan acara Kelas Komunitas dari Litara. Sedikit tentang Litara, Yayasan ini berdiri sejak tahun 2014 yang dibuat dengan tujuan meningkatkan literasi anak Indonesia melalui pendampingan dan pelatihan masyarakat, guru, dan pegiat literasi. Pada perkembangannya yayasan ini hadir meliputi pendampingan masyarakat untuk kegiatan literasi, Pendirian TBM (Taman Bacaan Masyarakat) dan pelatihan pegiat, pelatihan guru, pembuatan modul literasi dan numerasi untuk kurikulüm darurat, membuat buku ajar dan panduan guru (PAUD, SD, SMP, SMA), Pelatihan penulis dan ilustrator, produksi buku anak, donasi buku, riset tentang literasi anak, dan membangun kemitraan atau kerjasama.

Satu dekade berdiri, Litara kemudian menginisiasi acara bertajuk “Satu Dekade Litara”, di mana hal ini berhubungan erat dengan cita-cita mereka untuk berkarya dan berbagi untuk anak Indonesia. Gelaran Satu Dekade Litara ini sendiri dibagi dalam beberapa lina masa kegiatan, seperti salah satunya kegiatan kelas komunitas yang digelar di ITB Press Store pada Sabtu lalu.

Dengan mengetengahkan tema bahasan tentang peran masyarakat dalam meningkatkan literasi anak Indonesia, pada kelas komunitas ini Litara menghadirkan Bapak Kuswanto dari Lembaga Swadaya Masyarakat “Mutiara Rindang”, serta Ibu Deta Ratna Kristanti dari Lokacarita.

Didaulat sebagai pemateri pertama, Bapak Kuswanto menekankan tentang pentingnya membaca, di mana hal ini perlu dibagi dalam beberapa tingkatan agar tepat sasaran dan efektif dalam pengaplikasiannya. Pak Kuswanto menyampaikan jika semakin tinggi usia seseorang akan semakin abstrak kemampuan dalam membacanya, dan sebaliknya, semakin rendah usia seseorang maka akan semakin konkrit kemampuan membacanya. Menggaris bawahi tentang pentingnya materi bacaan yang konkrit bagi pembaca usia rendah (level anak-anak) maka baiknya ditunjang pula dengan bacaan-bacaan yang ‘cetek’ namun konkrit, agar si anak mampu mencerna bacaan tersebut dengan baik.

Selain itu, hal yang juga perlu diperhatikan adalah tentang bagaimana budaya literasi bisa hadir ditengah-tengah masyarakat. Menjawab tantangan tersebut maka perlu juga dibuat komunitas yang berbasis literasi. Hal tersebut kemudian dicetak tebal dalam materi pembahasan hari itu.  

Acara menjadi semakin menarik ketika Pak Kuswanto meminta para peserta untuk membuat lingkaran sembari masing-masing peserta menyebutkan nama dan asal komunitasnya. Beberapa ada yang berasal dari luar Bandung, dari mulai Depok, Bekasi, Jakarta, bahkan Pak Kuswanto sendiri dari Surabaya. Menarik untuk dicatat, dari beberapa komunitas yang hadir ada yang menarik perhatian seperti dari komunitas Indung Nyakola yang punya concern terhadap literasi dari lingkungan sekolah TK/PAUD. Atau ada juga yang hadir seorang pendongeng dari komunitas Unit Alit.

Dari lingkaran tersebut Pak Kuswanto kemudian meminta para peserta untuk membuat kelompok, di mana nantinya masing-masing kelompok diberi soal tentang kiat membangun komunitas. Ada beberapa contoh kasus yang dijadikan soal oleh Pak Kuswanto, dari mulai soal bagi yang pertama kali menggagas komunitas literasi, komunitas yang sudah jalan selama 3 tahun, lalu bagi yang pernah mendirikan komunitas tapi mulai limbung, hingga yang terakhir soal tentang komunitas yang mampu menggerakan masyarakat.

Soal-soal dari contoh kasus tersebut kemudian didiskusikan oleh masing-masing kelompok untuk diberikan solusinya. Nantinya hal tersebut dipresentasikan oleh masing-masing kelompok lewat beberapa strategi membudidayakan literasi di masyarakat, dari mulai flow chart, gambar, hingga cerita naratif, seperti yang dipresentasikan Ibu Ani Kudo yang mempresentasikan strategi kelompoknya lewat dongeng.

Berbanding lurus dari apa yang dipresentasikan oleh beberapa kelompok di pembahasan materi yang pertama, hadir sebagai pemateri kedua ada Ibu Deta Ratna Kristanti dari Lokacarita yang membahas tentang latihan menggali ide-ide aktivitas dari sebuah dongeng. Lewat dongeng, penggalian ide membuat aktivitas akan menjadi pemicu yang kuat bagi para penggiat komunitas untuk bisa menyampaikan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan literasi, khususnya dalam konteks literasi untuk anak-anak.

Ditemui disela-sela acara, Ibu Deta menuturkan jika dongeng menjadi penting karena kita punya banyak cara untuk menyampaikan nilai-nilai yang baik, karena nilai kebajikan itu tidak lekang oleh waktu dari mulai generasi dulu hingga sekarang. Pertanyaan berikutnya adalah tentang bagaimana cara menyampaikannya. “Kalau zaman dulu mungkin caranya dengan memberikan nasihat, tapi mungkin dengan perkembangan zaman hal itu jadi tidak masuk. Kita harus cari cara yang  bisa diterima. Kenapa bisa diterima, berarti kan cara ini dinilai lebih menyenangkan, bermakna dan membuat anak-anak penasaran untuk ingin cari tahu. Salah satunya lewat dongeng. Selain bisa menyampaikan nilai-nilai atau pesan yang terdapat di dalamnya tanpa terkesan menggurui, dongeng-dongeng itu juga menimbulkan perasaan senang setelahnya, jadi orang akan mengingat hal itu”, ujar Bu Deta.

Selesai acara ITB Press menemui Pak Kuswanto untuk diminta kesannya terhadap gelaran Satu Dekade Litara, khususnya kelas komunitas yang digelar di ITB Press ini. Menurut Pak Kuswanto gelaran ini menarik dan yang paling penting melibatkan komunitas karena hal tersebut merupakan penggerak utama.

“Kenapa acara ini diadakan disini, hal ini menjadi penting juga karena disini banyak sekali contoh yang bisa mereka gunakan untuk mendesain cara berpikir mereka. Apalagi ketika dihadapkan dengan komunitas dan materi-materi yang tadi kita bahas. Ini menjadi sesuatu yang bisa dipertemukan bersama, dan akan menjadi lebih bagus lagi jika disuarakan bersama. ITB Press Store sendiri menjadi tempat yang rerpresentatif, karena ini merupakan kacamata bagi penggerak literasi bahwa ada dunia yang bisa dibagi bersama, entah itu masalahnya atau manfaatnya”, Ujar Pak Kuswanto.

“Jadi yang paling terasa sekali bagaimana literasi itu menjadi ruh di masyarakat. Dengan literasi semua hal bisa diselesaikan secara konseptual. Ketika dengan komunitas literasi dalam pengertian kerangka berpikirnya juga bisa diaplikasikan secara langsung dalam kegiatan-kegiatan yang praktis dan konseptual. Outputnya tim-tim penggerak ini bisa menularkan kembali apa yang mereka dapat disini secara konseptual dan kemudian bersama masyarakat membangun bagaimana sih bergerak atau berkegiatan bersama”, tambah Pak Kuswanto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *