Orasi Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung: Penetapan Batas Wilayah Perairan untuk Pembangunan Indonesia Berkelanjutan

Penulis: Prof. Eka Djunarsjah
Reviewer: Prof. Poerbandono

Penerbit: ITB Press

ISBN:
e-ISBN:

Sinopsis

Sejak Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957, Negara Indonesia mencatat sejarah yang sangat penting karena perjuangannya agar perairan di antara pulau-pulau menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kedaulatan negara. Perairan di antara pulau-pulau tersebut semula adalah laut bebas, di mana kapal-kapal asing bebas berlalu lalang. Negara Indonesia berjuang untuk memasukkan ‘perairan kepulauan’ tersebut dalam Konferensi Hukum Laut PBB yang pertama pada tahun 1958, walaupun kemudian gagal dan terus diperjuangkan pada Konferensi Hukum Laut PBB yang kedua pada tahun 1960, namun juga gagal.

Kegigihan dan keuletan Pemerintah Indonesia melalui delegasi yang dipimpin oleh Mochtar Koesoemaatmadja akhirnya berhasil mewujudkan konsepsi Negara Kepulauan (bahkan menjadi satu bab tersendiri) dalam Konferensi Hukum Laut PBB yang ketiga. Konferensi yang berlangsung secara maraton sejak tahun 1973 dan baru berakhir pada tahun 1982 tersebut sukses menghasilkan UNCLOS 1982, yang naskahnya terdiri dari 17 bab, 320 pasal, dan sembilan lampiran (Deplu RI, 1983). Setelah Negara Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No. 17 Tahun 1985, maka Negara Indonesia mempunyai kewajiban untuk segera menetapkan batas-batas laut teritorial, ZEE, dan landas kontinen serta mendepositkan hasilnya berupa daftar koordinat geografis batas-batas laut tersebut atau dalam bentuk peta batas laut Negara Indonesia baik yang ditetapkan secara unilateral maupun bilateral/ trilateral kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB.

Faktanya Indonesia yang berbatasan langsung lautnya dengan sepuluh negara tetangga (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Australia, Timor Leste, Palau, Filipina, dan Papua Nugini) hingga saat ini masih belum menyelesaikan semua segmen batas-batas lautnya dengan negara-negara tersebut. Permasalahan yang ada dapat dikategorikan sebagai masalah hukum (misalnya perbedaan persepsi dalam menafsirkan UNCLOS 1982), masalah teknis (misalnya terkait dengan penggunaan datum peta yang berbeda), serta masalah-masalah lainnya, termasuk politis, sosial, dan kemanusiaan.

Pembahasan selanjutnya adalah tentang peran aspek teknis dalam kegiatan penetapan batas wilayah perairan laut negara (maritim), yang meliputi batas laut teritorial, ZEE, dan landas kontinen, yang merupakan kewajiban bagi negara-negara pantai untuk mendepositkannya ke Sekjen PBB. Untuk zona tambahan walaupun tidak diwajibkan, namun tetap penting untuk ditetapkan agar kegiatan pencegahan terhadap pelanggaran ataupun penegakan hukum yang berkaitan dengan bea cukai, fiskal, keimigrasian, dan saniter (kesehatan). Yang menarik bahwa aspek teknis mempunyai peran dan fungsi mengimplementasikan apa yang tertuang dalam UNCLOS 1982 (peraturan internasional) dan peraturan perundang-undangan nasional sebagai landasan hukum. Pada bagian ini akan dibahas juga tentang pengalaman Negara Indonesia dalam menetapkan batas-batas lautnya. Bagian paling penting dalam buku ini adalah pembahasan tentang peranan penetapan batas laut dalam konteks pembangunan Indonesia berkelanjutan. Pada bagian ini mencakup pentingnya integrasi batas laut negara dan batas kewenangan daerah provinsi, hubungan antara batas laut dan kadaster kelautan sebagai suatu sistem untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya kelautan, pengaruh perubahan iklim terhadap penetapan batas laut, peran aspek teknis dalam mengoptimalkan klaim negara terhadap batas laut (penggunaan algoritme convex hull dan concave hull dan datum vertikal lowest astronomical tide atau LAT untuk pendefinisian titik dasar atau TD dan garis pangkal), dan kaitan batas laut dengan tata ruang laut nasional serta pertahanan dan keamanan laut. Bahan utama penulisan didasarkan hasil-hasil penelitian dalam tiga tahun terakhir dan telah dimuat juga dalam jurnal internasional bereputasi maupun diseminasi dan sosialisasi hasil penelitian dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat dan paparan pada seminar dan webinar nasional berkaitan dengan hukum laut, maupun berbagai diskusi seperti dalam Focus Group Discussion (FGD). Pada bagian penutup diberikan sejumlah catatan dan rekomendasi yang ditujukan kepada semua pihak yang berkepentingan demi terwujudnya pembangunan Indonesia berkelanjutan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

UkuranB5
Halaman93
CoverDoff
Detail

Untuk akses e-book kunjungi link berikut:

Untuk pemesanan hubungi nomor:

  • (022) 2512532 (FGB ITB)
  • +62-877-8806-6848 (WhatsApp ITBPress)
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *