Seraya Ruang Kreativitas Musik Kita Hari-Hari Ini (Bagian 2)

Fenomena yang terjadi beberapa jenis seni musik yang hidup dan berkembang dalam masyarakat hingga saat ini merupakan jenis-jenis seni yang cenderung memiliki keterbukaan serta fleksibilitas terhadap perkembangan serta kemajuan  zaman. Kreativitas para seniman dalam menanggapi perkembangan zaman disinyalir menjadi salah  satu tombak kebertahanan eksistensi berbagai macam jenis musik kita hari-hari ini. Kreativitas, sembarang kreativitas adalah proses pengungkapan yang akan melahirkan suatu inovasi. Inovasi itu, karena ditemukan oleh manusia yang hidup bermasyarakat, akan berorientasi kepada kepentingan masyarakat[1]. Adapun inovasi yang pada dasarnya merupakan hasil dari serangkaian kreativitas juga dilakukan sebagai upaya penyelamatan suatu kesenian dari kondisi stagnasi ataupun kejenuhan yang akan membuatnya ditinggalkan secara perlahan oleh para pendukungnya[2].

Berbicara mengenai kreativitas, kita akan dihadapkan pada kesadaran dalam memaknai fenomena musik yang terjadi di sekitar kita. Musik tidak lagi hanya sesuatu yang didengar atau dinikmati secara pasif, melainkan juga menjadi ruang untuk berinteraksi, bereksplorasi, dan mengekspresikan gagasan-gagasan kreatif. Upaya kreativitas akan menjerumuskan kita pada kesadaran dalam memaknai fenomena musik yang terjadi disekitar kita, sebagaimana ungkapan Zaki “selama ini kita hanya mendengarkan musik, tanpa menyadari apa yang harus kita lakukan dan berikan pada musik itu sendiri”.  Pernyataan ini menggugah kesadaran akan pentingnya peran aktif dalam mengolah musik sebagai bagian dari proses kreatif yang lebih luas. Sejalan dengan itu Zaki dkk TikPul mencuatkan ruang kreatif yaitu “Titik Koempul” disana telah banyak melahirkan karya-karya yang mengeksplorasi ruang-ruang kreativitas tentu bagi para seniman/musisinya, di mana para seniman/musisi dapat berkolaborasi, bertukar ide, dan menciptakan karya yang melampaui batasan-batasan konvensional. Ruang ini juga memberikan kebebasan bagi para seniman untuk menafsirkan musik dari perspektif yang berbeda, menjadikannya sebagai medium untuk menyampaikan pesan-pesan yang mendalam baik secara horizontal maupun secara vertikal.

Dari sekian banyak karya yang di tampilkan di Titik Koempul, namun yang akan saya bahas disini yaitu pada Titik Koempul yang ke 101 yang bertajuk RMHR DI PENGHUJUNG WAKTU bertempat dikediaman sang maestro mendiang Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli, yang kita kenal dengan RUMAH MUSIK HARRY ROESLI (RMHR) pada hari Rabu 01 Januri 2025. Acara ini menjadi momen yang penuh makna, tidak hanya sebagai penghormatan terhadap warisan musik dan kreativitas yang ditinggalkan oleh Harry Roesli, tetapi juga sebagai upaya untuk merawat semangat inovasi dan eksperimentasi yang telah ditanamkan olehnya. Melalui kegiatan tersebut tercuatlah beberapa karya dari beberapa group musik seperti WOG, JARWO, dan HARRY ROESLI MUSIC SCHOOL, mari kita bahas satu persatu. “DERITAG” dari WOG berhasil membawakan karyanya yang terkesan sangat fluktuatif, tiba-tiba menggunakan Kacapi Sunda, Kecapi Minang, saluang dan vokal. Sebenarnya mereka tidak sedang berusaha membuat efek eksperimental atau melecehkan keluhuran alat tradisi akan tetapi justru sedang berupaya memenuhi kebutuhan dasar kompositoris sebagai isyarat bahwa kemungkinan terjadinya keterbukaan budaya tradisi kearah yang lebih berkembang di masa mendatang. Eksplorasi yang dilakukan bukan sekedar eksperimen tanpa arah, melainkan langkah terencana yang membuka ruang antara elemen tradisional dan elemen kontemporer. Hal ini membuktikan bahwa tradisi tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang bentuknya kaku dan baku, melainkan sebagai nilai yang hidup dan mampu beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi di sekitarnya. Kemudian dari JARWO membawakan 4 karya yang delikatesan dan unik terutama dari pemilihan diksi dan pemilihan nada lagu ditambah dinamika yang kadang berubah-ubah menjadikan karya tersebut berhasil melugasi kesan bunyi yang masuk pada telinga lalu menyentuh isi hati kita walaupun dengan cara yang amuse, artinya tidak terbelit-belit dengan garis konsep garap yang enak didengar dan jelas, lalu selebihnya silahkan dengarkan sendiri.

Karya-karya tersebut ia beri judul yaitu BURUNGKU NYUK, BIRKOPI, KASAT, dan SEMUA ADA WAKTUNYA., dibawakan serangkaian alat musik Guitar, Bass Elektrik, dan macam-macam Perkusi. Mengutip dari Suka Hardjana: lagu yang baik adalah lagu yang bersayap ganda[3]. Disini sangat jelas bahwa dengan pemilihan idiom-idiom musikal dan pemilihan lirik yang digunakan JARWO akan sangat mempengaruhi tujuan dan nilai-nilai yang hendak dicapai, terlepas dari apa yang sebenarnya JARWO ingin sampaikan. Sebetulnya saya ingin bahas pada setiap karya yang ia bawakan karna dirasa cukup menarik, namun saya takut tulisan ini terlalu panjang jadi saya hanya bahas corat-coret singkat secara keseluruhan saja. disambung dengan TKPL Band yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita, tidak banyak yang akan saya bahas pada band ini karena seperti yang kita ketahui bahwa band ini sudah menjadi bagian besar dari Titik Koempul ini. Namun yang menarik perhatian kali ini yaitu adanya Drummer cilik bernama Bariq, walaupun masih kecil namun permainan Drum yang ia bawakan dirasa sudah sangat apik bak virtuoso, yang menggemaskan dari Bariq ini dalam wawancaranya ia mengungkapkan “aku disini udah les Drum 4 Tahun, terus kenapa aku milih Drum karena enggak tahu dari kecil aku suka mukul-mukul barang apapun, jadi sampai akhirnya meilhat Drum mulai suka sampai belajar, terus les disini (HRMS) itu seru banget soalnya bawaanya kaya enggak serius gitu malah disenengin aja jadinya kayak main-main aja”, dan mari kita doakan saja semoga Bariq menjadi insan seni yang berhasil. Pertunjukan terakhir yaitu dari HARRY ROESLY SCHOOL MUSIC (HRMS). Membawakan  2 karya musik ansamble yang terdiri atas Keyboard 1 (Arya), Keyboard 2 (Ola), Drum (Bariq), Kendang (Julian), Bass Guitar (Brama), Guitar 1 (Al), Guitar 2 (Jeriko), Saron (Pria), Bonang (Hamba Allah) dan Violin (Mus)., sungguh di luar dugaan, kita agak terkejut muda-mudi ini berhasil membawakan dengan sangat sempurna, pola-pola permainan pada tiap instrumen serta perbedaannya membuat musik mereka mendapat antusiasme dan respons yang baik pada telinga kita. Dari sini bisa kita lihat sedari dulu sampai saat ini, RMHR atau HRMS telah banyak melahiran seniman/musisi yang berkompeten di bidangnya, melihat dari fenomena yang terjadi saat ini konon tempat tersebut di gadang-gadang akan di jual (entah pada siapa),  bahkan banyak budayawan mendisusikan tempat tersebut seperti, Aat Soeratin, Budi Dalton, Kang Uwi serta perwakilan pengurus HRMS dll., banyak yang empu-empu diskusikan dari mulai kesejarahan sampai dengan apa saja yang telah dilakukan, sebetulnya masih banyak lagi bisa kita lihat di akun youtube “TITIK KOEMPUL BANDUNG”

Mengingat betapa pun kecil dan besarnya makna pengertian dan gejala-gejala yang sudah nampak, namun kenyataan yang ada ini harus kita terima,  di mana kita harus lebih mampu menunjukkan integritas dan keterlibatan kita atas prakarsa yang telah beliau mulai, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan yang lebih luas. Samapailah kita pada bagian akhir ditutup oleh pertunjukan dari musisi yang sangat berbakat  “MAHAWADITRA”.    sebagai penutup, musik dan segala yang terjadi di sekelilingnya selalu melibatkan kesadaran kita akan hal-hal yang harus dipertahankan dan hal-hal yang harus dipertanggung jawabkan, seperti apa yang telah dilakuan rekan-rekan Titik Koempul, menjadi adanya sebuah ruang kreatif mereka selalu konsisten dengan itu, meminjam dari apa yang dikatakan Zaki, sampai hari ini dengan sepenuh hati saya masih mendalami dunia tersebut untuk terus dipelajari, dipahami dan terus dikembangkan lebih jauh lagi. Karena saya sadar semua yang saya pelajari hanya akan menjadi hal sia-sia jika dihentikan atau ditinggalkan ditengah jalan., Terimakasih.

Oleh : Ricky Subagja

[1] (Kayam, 1981: 47)

[2] (Fausta, 2019: 1)

[3] (Antara kritik dan apresiasi Hal : 169)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *