Penulis: Agus Sukarna Diputra, Universitas Taruna Bakti Prodi Penyaji Musik/D3
Bandung, kota yang dikenal sebagai salah satu pusat seni dan budaya di Indonesia ini memiliki skena musik metal yang sangat aktif. Militansi fans musik metal di Bandung tercermin dalam berbagai bentuk, mulai dari kreativitas hingga solidaritas komunitas. Namun, militansi ini tidak lepas dari kontroversi terkait potensi kekerasan yang sering melekat pada skena musik ini. Bagaimana penggemar musik metal di Bandung menyeimbangkan antara kreativitas dan isu-isu kekerasan? Artikel ini membahas fenomena tersebut dengan contoh nyata dari beberapa band metal terkenal di Bandung.
Kreativitas Tanpa Batas
Bandung telah melahirkan banyak band metal yang mendunia, seperti Burgerkill, Jasad, dan Forgotten. Masing-masing band ini membawa ciri khas unik yang membedakan mereka dalam dunia musik metal.
Burgerkill, yang didirikan pada 1995 ini menjadi ikon metal Indonesia. Band ini meraih penghargaan internasional seperti Metal Hammer Golden Gods Awards 2013 untuk kategori Metal as F*ck. Lagu-lagu seperti “Under the Scars” dan “Angkuh” tidak hanya menampilkan musikalitas tinggi tetapi juga pesan mendalam yang menginspirasi.
Lalu ada pula Jasad, dengan aliran brutal death metal. Band ini menampilkan keunikan melalui lirik berbahasa Sunda yang menggabungkan musik ekstrem dengan budaya tradisional. Album mereka seperti “Witness of Perfect Torture” (2004) menjadi karya penting dalam genre ini. Jasad membuktikan bahwa musik metal bisa menjadi media ekspresi budaya lokal tanpa kehilangan identitas global.
Selain itu, ada Forgotten yang hadir dengan lirik bertema sosial, serta musiknya yang berfungsi sebagai sarana hiburan sekaligus refleksi. Album seperti “Tiga Angka Enam” menunjukkan eksplorasi musikal yang tajam. Tiga band ini bertahan karena dukungan besar dari penggemar yang membentuk komunitas metal sangat kuat di Indonesia, bahkan dunia.
Solidaritas Komunitas
Solidaritas adalah nilai utama dalam komunitas metal Bandung. Kawasan Ujung Berung yang dikenal sebagai pusat penting perkembangan skena metal ini dikenal pula dengan sebutan “Ujung Berung Rebels”. Komunitas ini mendukung perkembangan musik metal dengan menciptakan ekosistem mandiri yang melibatkan produksi musik, merchandise, dan acara gig. Komitmen pada nilai Do It Yourself (DIY) melahirkan generasi kreatif yang mandiri dan inspiratif.
Event tahunan seperti Bandung Berisik menjadi ajang besar untuk mengumpulkan band-band metal dari berbagai daerah. Fans datang tidak hanya dari Bandung tetapi juga luar kota, bahkan luar negeri. Selain itu, komunitas di Ujung Berung aktif memproduksi elemen pendukung seperti zine, poster, dan merchandise sebagai bentuk ‘perlawanan’ terhadap komersialisasi musik arus utama.
Stigma Kekerasan
Di balik prestasi dan kreativitas, skena metal Bandung tidak lepas dari stigma kekerasan. Penampilan visual dan energi tinggi di konser sering dianggap agresif oleh pihak luar. Aksi seperti moshing dan headbanging, meskipun bagi penggemar adalah ekspresi emosi yang sehat, sering disalahpahami oleh orang di luar lingkaran komunitas metal. Beberapa insiden kekerasan memang pernah terjadi, tetapi sering kali dipicu oleh pihak luar atau kesalahpahaman, seperti insiden crowd surf vokalis band Dongker yang berakhir dengan dugaan kekerasan oleh aparat keamanan.
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang budaya metal memperparah stigma ini. Padahal, di area moshpit, peserta memiliki kode etik untuk saling membantu jika ada yang terjatuh. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terlihat kasar, budaya metal tetap memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi.
Melawan Stereotip Negatif
Skena metal Bandung terus melawan stereotip negatif, termasuk isu maskulinitas dan seksisme. Komunitas ini membuka ruang bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif, baik sebagai musisi maupun penonton. Voice of Baceprot (VoB), band metal perempuan berhijab, menjadi bukti bahwa musik metal dapat inklusif. VoB telah mendapatkan pengakuan internasional, membuktikan bahwa musik metal juga tentang seni dan inklusivitas.
Komunitas metal Bandung juga melawan stigma melalui aktivitas sosial. Beberapa komunitas mengadakan kegiatan amal, seperti penggalangan dana untuk korban bencana alam atau kampanye lingkungan. Aktivitas ini memperlihatkan sisi lain dari skena metal yang sering luput dari perhatian publik.
Militansi fans musik metal di Bandung mencerminkan perpaduan antara kreativitas, solidaritas, dan tantangan melawan stereotip negatif. Band seperti Burgerkill, Jasad, dan VoB menunjukkan bahwa musik metal bukan hanya tentang agresi, tetapi juga seni, budaya, dan solidaritas komunitas. Penelitian Macquarie University (2019) mengungkapkan bahwa penggemar metal memiliki kemampuan penyaluran emosi yang baik melalui musik. Dengan terus berkembangnya komunitas dan karya-karya berkualitas, skena metal Bandung tetap menjadi pilar penting budaya lokal sekaligus bagian dari wajah musik metal Indonesia di dunia internasional.
Referensi: