Pada Minggu, 22 Juni 2025, bertempat di Kios Ojo Keos, Bona Indah Plaza, Lebak Bulus, Jakarta, telah digelar peluncuran buku Lima Musim yang Berarti: Cerita Tentang Karimata yang diterbitkan oleh ITB Press. Buku ini merupakan sebuah karya dokumentatif sekaligus bentuk penghormatan terhadap grup musik Karimata—sebuah kelompok musik fusion yang pernah mengukir jejak penting dalam sejarah musik Indonesia.
Disusun oleh Triawan “Babe” Koeshardianto, Haryo K. Buwono, Aria Sungkono, serta sejumlah kontributor lainnya, buku ini menghadirkan narasi kolektif tentang perjalanan musikal Karimata. Dalam wawancara eksklusif bersama ITB Press, Haryo K. Buwono mengungkapkan bahwa proses penyusunan buku berlangsung cukup panjang dan penuh tantangan, terlebih karena kepergian Triawan “Babe” Koeshardianto yang merupakan penulis utama. Menurut Haryo, Triawan sejak awal telah mengembangkan ide dan kerangka dasar buku ini. Setelah beliau wafat, tim harus menyusun ulang dokumen dan bahan-bahan yang tersebar di berbagai tempat. Proses ini, menurutnya, bukan hanya berkutat pada urusan teknis saja, tetapi juga emosional.
Buku ini tidak hanya memuat esai, wawancara, dan dokumentasi visual, tetapi juga menyisipkan sebuah novel pendek di bagian tengah sebagai pendekatan naratif yang lebih segar dan santai. Haryo menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk menjangkau pembaca muda melalui kisah ringan tentang seorang anak muda yang tertarik mengenal Karimata. Narasi tersebut diharapkan dapat menjadi jembatan emosional antara generasi baru dengan warisan musik Karimata. Seluruh proses penyusunan, menurut Haryo, berjalan dengan semangat kolaboratif yang kuat. Banyak masukan datang dari berbagai pihak, mulai dari isi hingga cara menyajikan data secara padat namun tetap menarik untuk dibaca. Ia menyebut bahwa buku ini adalah hasil kerja kolektif yang luar biasa.
Acara peluncuran buku berlangsung dalam suasana hangat dan khidmat. Ruang yang terbatas di kafe justru menciptakan suasana intim dan akrab, dikelilingi buku serta para penggiat seni, memperkuat nuansa literasi dalam peluncuran ini. Salah satu momen paling berkesan adalah kehadiran langsung Candra Darusman, yang turut menulis kata pengantar dalam buku ini dan terlibat sejak awal proses penyusunannya. Haryo menyebut bahwa kontribusi Candra sangat penting, karena tulisannya menjadi pembuka yang kuat dan membuktikan bahwa buku ini lahir dari niat dan kepedulian yang tulus.
Lebih jauh, Haryo menyoroti nilai-nilai kedisiplinan dan profesionalisme para personil Karimata: Candra Darusman, Denny TR, Erwin Gutawa, Aminoto Kosin, dan Uce Haryono. Menurutnya, mereka bukan hanya musisi hebat secara musikal, tetapi juga sangat menghargai proses dan kerja kolektif. Bahkan dalam acara peluncuran, mereka hadir tepat waktu, di mana hal tersebut menunjukkan etos kerja yang patut diteladani.
Haryo juga menyampaikan bahwa Candra Darusman secara konsisten kerap menyoroti pentingnya aspek hukum dan manajemen dalam industri musik. Komunikasi, hak cipta, dan kontrak kerja yang sehat menjadi poin-poin penting yang selalu disuarakan, dan hal ini menjadi pelajaran berarti bagi generasi musisi berikutnya.
Acara peluncuran turut dihadiri pula oleh Komisaris dan Direktur PT ITB Press, Edi Wahyu Sri Mulyono dan Alga Indria. Dalam suasana penuh semangat dan kekeluargaan, acara ini berhasil mempertemukan berbagai kalangan, dari penggiat seni, penikmat musik, hingga para tokoh penting di balik produksi buku tersebut.
“Acara ini merupakan bukti bahwa ekosistem kreatif (khususnya musik) itu ada dan hidup. Hal ini perlu terus digeliatkan karena akan membuat banyak hal dapat berkelanjutan, mulai dari lahirnya ide-ide besar, gerakan-gerakan, hingga kemungkinan masuk ke dalam wilayah perputaran ekonomi”, ujar Alga, selaku direktur dari PT ITB Press.
Sedangkan menurut Edi Wahyu Sri Mulyono, kehadiran para personel Karimata di acara ini seperti Candra Darusman, Denny TR, dan Aminoto Kosin merupakan bentuk apresiasi yang luar biasa terhadap buku ini. Ia menuturkan bahwa para anggota Karimata yang hadir tidak ada yang beranjak hingga acara selesai, di mana hal ini mencerminkan antusiasme dan rasa hormat mereka terhadap upaya pelestarian warisan musik yang telah dibangun oleh Karimata.
Edi melihat bahwa meski Karimata hanya aktif selama lima tahun, dari 1986 hingga 1991, pengaruh mereka sangat besar. Para personelnya tetap melanjutkan kontribusi dalam dunia musik. Candra Darusman, misalnya, yang dikenal aktif dalam pembangunan ekosistem industri musik serta perlindungan hak cipta. Sementara itu, Aminoto Kosin tetap produktif menciptakan karya bagi musisi lain.
Selain itu, Edi juga menyatakan bahwa karya-karya Karimata memiliki kualitas yang melampaui zaman. Aransemen mereka masih terdengar relevan dan menarik, bahkan bagi pendengar muda yang baru mengenal mereka. Hal ini membuktikan bahwa Karimata tidak hanya menciptakan musik, tetapi juga nilai yang abadi.
Kedisiplinan dan dedikasi para personel Karimata juga menjadi sorotan bagi Edi. Ia menuturkan bahwa Denny TR, misalnya, mampu berlatih musik hingga dua belas jam sehari demi kesempurnaan musikal. Menurutnya, meskipun waktu aktif mereka singkat, Karimata telah memberikan contoh profesionalisme yang tetap relevan hingga kini.
Sebagai penerbit, Edi menyampaikan bahwa ITB Press merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mendokumentasikan sejarah musik Indonesia. Ia menekankan pentingnya dokumentasi dalam bentuk buku agar nilai dan kontribusi musisi tidak hilang begitu saja. Ia juga membuka kemungkinan penerbitan buku-buku serupa ke depannya, guna merekam perjalanan kelompok musik atau sosok legendaris lainnya yang memiliki pengaruh besar dalam budaya Indonesia.
Edi berharap agar buku Lima Musik yang Berarti: Cerita Tentang Karimata tidak hanya menjadi koleksi pribadi, tetapi juga bacaan penting yang memicu apresiasi baru terhadap musik Indonesia. Buku ini, menurutnya, adalah bentuk penghormatan yang pantas terhadap sebuah perjalanan musikal yang singkat namun bermakna. Ia menutup pernyataannya dengan harapan bahwa karya ini dapat menjadi inspirasi lintas generasi, dan mengingatkan bahwa karya besar tidak selalu membutuhkan waktu panjang, asal lahir dari ketulusan dan dedikasi.