ITB Press Store Jadi Titik Temu Kolaborasi Literasi Internasional

Room to Read Foundation yang diwakili oleh Mahesh Pathirathna (Direktur Asosiasi Literasi di Asia Selatan-red) melakukan kunjungan ke ITB Press Store, Jalan Ganesha No. 15 E (Gedung STP ITB) Bandung, pada hari Jumat, 4 Juli 2025. Dalam kunjungannya ini turut pula melibatkan Yayasan Litara sebagai mitra lokal yang selama ini konsisten bergerak di bidang literasi anak. Dari pihak ITB Press, acara ini dihadiri oleh Agus Wibowo selaku Kepala Penerbitan dan Rina Lestari selaku senior editor dari Divisi Penerbit ITB Press. Sementara itu, dari Yayasan Litara hadir Anna Farida Kurniasari yang menjabat sebagai Direktur Pengembangan Komunitas, Eva Yulia Nukman sebagai Direktur Pengembangan Produk sekaligus salah satu pendiri Litara, serta Aldi Ramdhani Fahlevi Deisti yang menjabat sebagai Manajer Urusan Umum dan Sekretaris. Acara ini juga dihadiri oleh para editor, ilustrator, dan editor visual dari Litara. Pertemuan ini menjadi ruang bertemunya ide, strategi, dan harapan akan masa depan pendidikan dan literasi di Indonesia, khususnya Bandung.

Dalam percakapan yang terbuka dan penuh pertukaran wawasan, Mahesh menyampaikan bahwa seluruh area kolaborasi ini adalah wilayah yang bisa dijelajahi bersama. Ia menekankan pentingnya kesinambungan proyek dan bahwa saat ini, pihaknya tengah mengincar beberapa inisiatif lanjutan yang bisa diwujudkan dalam waktu dekat. Ada pernyataan tegas bahwa hanya ada sedikit organisasi yang mampu menjalankan proyek serupa secara berkelanjutan, dan itu menjadi keunggulan tersendiri yang dimiliki kolaborasi ini. Ia juga menambahkan bahwa kini Room to Read telah memiliki pendekatan yang lebih terstruktur, didukung oleh jaringan koneksi yang semakin kuat.

Namun, diskusi tak lepas dari realitas dan tantangan yang ada, seperti pertanyaan mendasar tentang apakah proyek-proyek ini didukung dengan anggaran yang cukup, terutama dalam proses produksi konten dan buku. Mahesh menjelaskan bahwa meskipun Room to Read memiliki kapasitas yang baik, mereka tetap menjaga kualitas dan selektivitas dalam produksi. Ia menyebutkan bahwa dalam satu periode, jumlah judul buku yang mereka terbitkan tidak pernah sampai tujuh sekaligus. Hal ini bukan karena keterbatasan ide, melainkan karena strategi organisasi yang lebih mengutamakan kualitas dan dampak jangka panjang ketimbang sekadar kuantitas. Proses produksi buku dianggap sebagai proses yang serius dan penuh pertimbangan, sehingga setiap judul yang diluncurkan harus melalui kurasi yang ketat dan evaluasi mendalam.

Selain itu, Mahesh juga menyoroti tentang ITB Press Store yang mengalami perubahan, baik itu lokasi maupun statusnya. Dari yang tadinya merupakan ruang penerbitan, kini menjadi toko dan ruang interaksi yang lebih hidup, di mana kini ITB Press Store menjadi titik temu yang strategis bagi para pelaku dunia literasi. Mahesh juga sempat menyinggung bagaimana lokasi untuk distribusi dapat dipilih dengan fleksibel, dalam radius satu kilometer atau lebih, menyesuaikan kebutuhan dan efisiensi.

Lebih jauh, diskusi berkembang pada isu royalti dan keberlanjutan profesi penulis. Ada keprihatinan terhadap sistem royalti yang kerap dianggap terlalu kecil (sebesar lebih kurang 15% dari harga buku) yang membuat banyak penulis mempertimbangkan kembali pilihannya untuk menerbitkan secara konvensional. Namun, bagi sebagian penulis, kepraktisan dan keengganan menghadapi kerumitan kadang menjadi alasan kuat untuk tetap melanjutkan jalur yang ada. Mahesh menyampaikan kisah pribadi tentang bagaimana seorang temannya yang menulis buku merasa nilai royalti terlalu rendah, tetapi memilih bertahan karena tidak ingin repot. Ia juga menekankan bahwa proses penjualan buku, terlepas dari berhasil atau tidaknya dalam jangka pendek, harus dipahami sebagai proses yang memberi pembelajaran ke depan, jika sebuah buku laku ribuan eksemplar, maka penerbit akan lebih siap untuk produksi berikutnya.

Kunjungan ini sekaligus menggarisbawahi peran Indonesia, Vietnam, dan Filipina sebagai negara-negara yang sangat bersemangat untuk mendapatkan lebih banyak peluang dalam program literasi global. Mahesh menegaskan bahwa semua upaya ini bukan sekadar soal uang, tapi tentang menciptakan ruang yang berharga bagi setiap orang, karena setiap orang punya tugasnya masing-masing. Diceritakan pula antusiasme terhadap komunitas dan kegiatan lokal, seperti keikutsertaan dalam Doodle Fest di Jakarta, dan bagaimana semangat ini turut menyemai pertumbuhan penulis-penulis Indonesia yang mulai berbondong-bondong masuk ke industri literasi dengan karya yang lebih beragam.

Kunjungan ini bukan hanya menjadi ajang silaturahmi antara Room to Read dan Yayasan Litara bersama ITB Press, tetapi juga menciptakan momen reflektif akan pentingnya kerja bersama, strategi yang solid, serta keberanian untuk terus belajar dari kritik, perubahan pasar, dan dinamika industri. Dalam suasana santai namun penuh makna di ITB Press Store, kolaborasi ini menyuarakan semangat yang sama: bahwa literasi adalah kerja panjang, dan setiap langkah kecilnya sangat berharga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *