Gabriella Alodia atau akrab disapa Gaby ini merupakan seorang dosen dan peneliti muda asal Indonesia yang memiliki spesialisasi di bidang hidrografi, terutama dalam pemetaan dasar laut. Dengan latar belakang akademik dan pengalaman riset yang kuat, Bu Gaby telah menunjukkan dedikasi lewat displin ilmu yang dia kuasai, khususnya dalam studi tentang karakteristik dasar laut Indonesia.
Perjalanan pendidikannya dimulai dari Program Studi Geodesi dan Geomatika di Institut Teknologi Bandung (ITB), tempat ia meraih gelar sarjana pada tahun 2012. Ia kemudian melanjutkan studi magister di ENSTA Bretagne, Prancis, dengan spesialisasi Hidrografi Kategori A yang diakui secara internasional, serta meraih gelar tambahan dalam bidang Geofisika Kelautan dari IUEM-UBO pada tahun 2015. Komitmennya terhadap riset ilmiah membawa Gabriella melanjutkan studi doktoral di University of Leeds, Inggris, dan berhasil menyelesaikan program S3-nya di bidang Geofisika Kelautan pada tahun 2021.
Fokus keilmuannya terletak pada akuisisi dan pengolahan data dasar laut menggunakan berbagai teknologi sonar dan geopotensial. Dalam praktiknya, Gaby kerap menggunakan data kedalaman kalut, gaya berat bumi dan medan geomagnetik untuk menginterpretasi struktur bawah permukaan laut. Ia menunjukkan minat terhadap riset-riset laut dalam, khususnya yang berkaitan dengan pemetaan sesar aktif dan gunung bawah laut atau seamount (fitur geologi yang memainkan peran penting dalam dinamika lempeng bumi dan potensi bencana seperti gempabumi dan tsunami).
Sebagai peneliti aktif, Gaby telah terlibat dalam berbagai ekspedisi riset nasional dan internasional. Beberapa di antaranya termasuk Ekspedisi Cocos-Nazca pada tahun 2018, Ekspedisi Marion Rise pada 2019, studi di Pelabuhan Patimban dan Perairan Halmahera pada 2021, serta ekspedisi kelautan di Laut Banda pada 2022 dan Laut Flores pada 2023. Selain itu, ia juga berkontribusi dalam proyek industri, seperti studi desktop untuk rute kabel laut yang dikerjakan untuk PT. Telkom Infra pada 2018.
Saat ini, Gaby menjabat sebagai dosen di Kelompok Keahlian Hidrografi dan Kepala Laboratorium Hidrografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB. Ia aktif mengajar dan membimbing mahasiswa, serta berperan dalam berbagai proyek pengembangan kelautan dan mitigasi bencana alam di Indonesia. Kontribusinya dalam dunia akademik turut diwujudkan melalui berbagai publikasi ilmiah, salah satunya adalah sebuah buku yang diterbitkan oleh ITB Press berjudul “Anak Selayar Siaga Gempa!”. Buku ini merupakan media edukasi bahaya gempa bumi di sekitar wilayah Kepulauan Selayar dengan memakai peristiwa gempa Desember 2021 tersebut sebagai latar cerita. Buku ini disusun Bu Gaby bersama dengan beberapa orang lainnya seperti Bapak Poerbandono, Abellia A. Wardani, Saaduddin, Astyka Pamumpuni, Difa Kusumadewi, Miga M. Julian, serta Anin N. Kumala.
Konstruksi pop-up serta aksen bahasa sehari-hari menjadi ciri khas buku ini yang memang khusus didedikasikan untuk anak-anak Kepulauan Selayar. Pendekatan buku dengan kontruksi pop-up ini, selain untuk mendekatkan dengan target pembaca anak-anak, hal ini juga sedikit banyaknya dipengaruhi oleh latar belakang Gaby sebagai seorang anak yang tumbuh di lingkup seni, di mana sang ayah merupakan seorang seniman teater. Dengan pendekatan seni yang kerap menyentuh lapisan masyarakat, Bu Gaby ingin memberikan edukasi untuk masyarakat dengan sesuatu yang familiar dengan mereka.
Dari lingkup seni, Gaby kemudian punya ketertarikan dengan alam (khususnya gunung), di mana hal ini lah yang kemudian mendorongnya untuk masuk Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika. Menarik pula untuk ditulis, ketika Gaby mengaku jika cinta pertamanya adalah dengan Geologi, karena kesukaannya naik gunung. Namun hobinya tersebut ternyata sempat dilarang sang ayah. Uniknya, sang ayah ternyata punya hobi naik gunung juga, namun -menurut penuturan Bu Gaby- karena tahu bahayanya naik gunung, hal tersebut kemudian menjadi kekhawatiran sang ayah, hingga kemudian ‘melarang’ Bu Gaby melakukan hobinya tersebut. Tidak kehabisan akal, Bu Gaby kemudian memilih jurusan FITB ITB dengan harapan bisa melakukan riset yang mengharuskan dia naik gunung. Diterima di kampus ternama nan bergengsi seperti ITB, akhirnya membuat sang ayah ‘luluh’ dan membiarkan Bu Gaby menyalurkan hobinya mendaki gunung sambil sekaligus menjalankan riset di bidang keilmuannya.
Ketika ditanya tentang hal yang melatari Gaby banyak melakukan riset tentang pemetaan dasar laut, selain karena jurusannya di Geodesi dan Geomatika, hal tersebut diakuinya bermula dari keterlibatannya dalam sebuah penelitian yang dipimpin oleh Prof. Dr.rer.nat. Poerbandono, S.T., M.M., seorang guru besar, peneliti, dan dosen senior di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB), jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika. Menurut Bu Gaby, Pak Poerbo membuka kesempatan bagi para relawan untuk terlibat dalam risetnya di Kepulauan Seribu di masa perkuliahan S1-nya.
Diakui pula olehnya jika awalnya dia tidak terpikir akan masuk ke geodesi, apalagi sampai terjun ke laut, karena menurutnya bisa dibilang di FITB ini konsepnya seperti trimatra, dengan geologi yang banyak meneliti soal daratan, laut oleh oseanografi, dan udara oleh meteorologi. Tapi ternyata, geodesi justru berperan dalam ketiganya karena pengambilan data di lapangan banyak bergantung pada keahlian disiplin ilmu geodesi.
“Saat turun ke lapangan dan melihat langsung potensinya, saya merasa bahwa saya bisa berkembang di sini. Tapi jika harus memilih antara gunung dan laut, saya masih memilih gunung, karena kalau ke laut atau pantai saya pasti mikir, dan jadi obeservasi fenomena. Kalau ke gunung, saya ke gunung saja, tapi kalau ke laut saya jadi mikir mau buat proposal atau mau bikin buku apalagi nih”, ujar Gaby berseloroh.
Menutup perbincangan dengan ITB Press, Bu Gaby menuturkan rencana kedepannya untuk merilis buku lagi. Namun kali ini lebih dikhususkan untuk buku teks perkuliahan, di mana tentunya secara teknis dan penyampaiannya memakai pendekatan berbeda dengan yang sudah dia buat di buku “Anak Selayar Siaga Gempa!”. Menurutnya buku yang akan dirilis ini akan mengetengahkan petunjuk teknis tentang pengolahan data batimetri atau kedalaman laut menggunakan perangkat lunak sumber terbuka.
Dalam obrolan santai bersama ITB Press, Bu Gaby juga menekankan jika ilmu pemetaan dasar laut merupakan ilmu yang penting dan harus dimiliki oleh setiap generasi, seperti halnya Bu Gaby yang juga mendalami ilmu ini dari beberapa seniornya di bidang ini.
“Saya mencoba memberi warna di area laut dalam, karena kita masih belum banyak mengetahui banyak hal tentangnya, dan kesempatan untuk survei ke laut pun terbatas. Kita perlu menyusun secara bertahap agar teka-teki tentang laut dalam Indonesia semakin terpecahkan. Di laut dalam ini, tidak hanya terdapat sumber daya alam tetapi juga bahaya seperti sesar bawah laut dan gunung bawah laut, yang kita tidak tahu apakah aktif atau tidak. Indonesia adalah lintas laut yang luas, dari Samudra Pasifik hingga Samudra Hindia. Oleh karena itu, untuk memastikan keselamatan kapal-kapal yang berlayar di perairan Indonesia, peta laut yang dapat dipercaya sangat diperlukan,” ujar Gaby menutup perbincangan dengan ITB Press.