FORGING VISIONS: Kanvas Kreatif di Dunia Musik

Sabtu, 8 Februari 2025, bertempat di BadakSinga6, Jalan Badak Singa no 6, Bandung digelar acara bertajuk FORGING VISIONS: An Assault Illustration Fest. Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Mendadak Kolektor dan kolektif ilustrator FORGING VISIONS. Dengan semua olah kreasinya, acara ini dibuat untuk mempertemukan ilustrator dari seluruh Indonesia dan luar negeri yang memiliki hasrat dalam menciptakan karya yang terinspirasi dari kehidupan sehari-hari dan hobi mereka, khususnya dalam dunia musik dan artwork untuk musik. Karya-karya yang ditampilkan mencakup sampul album, poster, merchandise seperti kaos, artwork yang dibuat untuk band, serta karya ilustrator lain yang menginspirasi mereka sebagai penyemangat atau referensi dalam berkarya.

Tujuh orang ilustrator yang hari itu berpameran adalah DEVILREJECT, FIVEMILIGRAMS, GUSTAV INSUFFER, LUTHSLAUGHTER, MAYATSCHISM, MFAXII dan PUTRA SATRIA. Ditemui disela-sela gelaran ini, salah satu ilustrator dan inisiator acara, Alexander Benedict atau dikenal dengan nama MAYATSCHISM mengungkapkan jika acara ini digagas sebagai wadah silaturahmi bagi para ilustrator. Selain mempererat hubungan antar seniman, acara ini juga bertujuan untuk mengenalkan lebih luas penggunaan ilustrasi dalam berbagai aspek, khususnya dalam dunia musik.

Menurut Alex, ilustrasi memiliki cakupan yang sangat luas, dan salah satu bagiannya mencerminkan karakter tertentu dalam dunia seni visual. Dalam hal ini, tema yang diangkat lebih banyak berhubungan dengan musik, terutama di ranah musik rock dan metal. Banyak ilustrator yang bergerak dalam bidang ini, termasuk mereka yang tergabung dalam inisiatif acara ini. Oleh karena itu, acara ini dibuat agar para ilustrator dapat saling berbagi pengalaman, bertukar wawasan, dan menciptakan peluang kolaborasi.

Selain sebagai wadah pertemuan, acara ini juga bertujuan untuk menegaskan keberadaan para ilustrator di dunia seni. Para seniman yang terlibat bukan berasal dari disiplin akademis seni rupa yang sarat dengan kajian teoretis, melainkan dari latar belakang hobi dan kecintaan terhadap ilustrasi. Karena itu, tujuan utama mereka adalah menikmati proses berkarya dan membagikan kesenangan dalam dunia ilustrasi.

7 orang ilustrator yang tergabung dalam kolektif Forging Visions
Foto diambil dari akun instagram @forgingvisions

Alex juga menambahkan jika ilustrasi dengan gaya tertentu sering kali memiliki tantangan tersendiri, terutama karena tidak semua orang dapat menerimanya dengan mudah. Dibandingkan dengan ilustrasi yang lebih populer dan bernuansa ringan, gaya ilustrasi yang berorientasi pada musik rock dan metal memiliki segmentasi tersendiri. Acara serupa untuk ilustrasi pop mungkin sudah banyak, tetapi untuk ilustrasi dengan karakter seperti ini masih tergolong jarang.

Dalam dunia ilustrasi musik, setiap genre memiliki estetika visual yang khas. Misalnya, musik death metal sering kali dikaitkan dengan ilustrasi bernuansa gelap dan penuh detail, sedangkan hardcore memiliki pendekatan yang berbeda. Setiap ilustrator yang menggarap ilustrasi untuk band tentu harus memahami karakter visual yang sesuai dengan genre musik yang diusung.

Ilustrasi dalam dunia musik tidak sekadar menjadi elemen estetis, tetapi juga bagian dari strategi branding yang memperkuat citra sebuah band. Dengan adanya acara ini, diharapkan semakin banyak ilustrator yang mendapatkan ruang untuk berkarya dan semakin banyak orang yang memahami pentingnya peran ilustrasi dalam industri musik.

Senada dengan yang disampaikan Alex, Egi Fauzi, seorang konsultan branding yang juga membidani Komuji (Komunitas Musisi Mengaji) menuturkan jika branding harus sejalan dengan karakter (dalam hal ini) bandnya, hingga pada saat meng-create sesuatu hal tersebut bisa sejalan dengan -menurut istilah Egi- ‘inner beauty’ band tersebut, hingga ketika diaplikasikan ke dalam bentuk artwork hal tersebut menjadi sebuah persona dan brand story yang kuat. Hal tersebut itulah yang akhirnya menjadi sebuah magnet untuk orang menggemari band tersebut. Menarik pula dibahas ketika Egi mengatakan jika asumsi band yang butuh fans dirasa terbalik, karena dalam perspektif branding justru fans itu lah yang membutuhkan band sebagai entitas yang bisa mewakili diri si penggemar. Karena merasa terhubung dengan persona atau branding yang dibuat si band, si penggemar akhirnya merasa terwakili dengan band tersebut dan memutuskan untuk menggemari hingga ‘mengkonsumsi’ produk dari band tersebut (karya musik, merchandise, dan lainnya).

Selain diskusi menarik seputaran artwork, branding, dan seluk beluk dunia kreatif, acara ini juga diisi dengan pameran ilustrasi/artwork dari  FORGING VISIONS, lapakan musik (kaset, merchandise musik, dan lainnya), hingga penampilan seru dari Ucup Prince, Minodrama, Hujan Esok Hari, dan Semut Pandawa. Nama yang disebutkan terakhir menjadi yang paling menarik perhatian, karena digawangi oleh empat orang anak kecil yang memainkan musik hardcore. Sesuatu yang terbilang anomali dibanding kebiasaan anak kecil lainnya yang lebih memilih musik pop untuk dimainkan. Semakin seru, ketika salah satu ‘dedengkot’ hardcore Bandung, Yudi ‘Ryuka’ Setiawan atau biasa disapa Baruz (Balcony, Godless Symptoms-red) turut naik panggung dan tampil bersama Semut Pandawa.

Pada kesempatan lainnya di sesi talk show, Baruz juga mengamini apa yang dikatakan oleh Egi kala bicara tentang artwork yang punya pengaruh kuat sebagai salah satu cara untuk branding sebuah band. Baruz bahkan membuat konsep ilustrasi dengan melahirkan karakter bernama Mr. Crossover. Hal ini sejalan pula dengan karakter-karakter seperti Eddie the Head dari band Iron Maiden, Vic Rattlehead (Megadeth), Jack O. Lantern dan Dr. Stein (Helloween), hingga Not Man (Anthrax). Karakter-karakter inilah yang kemudian menjadi icon yang diaplikasikan di cover album, merchandise, dan hal lainnya yang berhubungan dengan band tersebut.

Baruz memperlihatkan ilustrasi karakter Mr. Crossover yang menjadi ‘icon’ bagi Godless Symptoms

ITB Press merasa antusias datang ke gelaran ini, terlebih dapat secara langsung menyaksikan olah kreasi seru dari para pelaku kreatif tanah air, khususnya Bandung, sebagai kota yang katanya dijuluki kota kreatif ini. Angkat topi!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *