Arsitektur Pasar Rakyat: Ruang Tradisi yang (Harus) Terus Hidup

Pada Senin, 20 Januari 2025, bertempat di ITB Press Store digelar acara bedah buku berjudul “Pasar Rakyat sebagai Place dan Space” karya Agus S. Ekomadyo. Buku ini mengupas tuntas pasar rakyat sebagai ruang kehidupan yang kaya akan nilai budaya dan pengetahuan sehari-hari, bukan sekadar bangunan fisik. Acara ini menghadirkan penulisnya, Agus S. Ekomadyo, bersama sejumlah pembicara, di antaranya Matheus H. Purnomo selaku Direktur Standarisasi & Pengendalian Mutu Ditjen PKTN, Suhendro sebagai Ketua Umum APARSI, serta Sabar Situmorang, seorang creativepreneur dan pemerhati pasar rakyat. Diskusi ini dimoderatori oleh Alga Indria, Direktur ITB Press sekaligus vokalis grup musik The Panasdalam.

Acara tersebut menjadi wadah untuk mengeksplorasi berbagai tantangan dan peluang dalam meningkatkan kualitas pasar rakyat di Indonesia. Dalam diskusi pembuka, Matheus Hendro Purnomo yang hadir secara online melalui aplikasi zoom menjelaskan komitmen Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam meningkatkan kualitas pasar rakyat melalui sejumlah upaya strategis. Ia menyebutkan bahwa Standar Nasional Indonesia (SNI) Pasar Rakyat, yang pertama kali diterapkan pada 2001, terus diperbarui agar relevan dengan perkembangan zaman. Transformasi ini mencakup perbaikan fasilitas seperti instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan peningkatan kebersihan pasar, serta penguatan manajemen pelayanan. Salah satu fokus utama pemerintah saat ini adalah digitalisasi pasar, termasuk penerapan teknologi pembayaran seperti QRIS.

Namun, digitalisasi menghadapi tantangan tersendiri, terutama bagi pedagang tradisional yang belum terbiasa dengan teknologi modern. Menurut Bapak Hendro, salah satu kendala utama adalah aturan perbankan yang mensyaratkan pengendapan dana pedagang selama satu hari kerap memperlambat adaptasi pedagang terhadap teknologi baru. Untuk mengatasi hal ini, Kemendag secara aktif mendorong edukasi dan pendampingan bagi pedagang agar lebih siap menghadapi era digital.

Pandangan lain terkait pasar rakyat disampaikan oleh Bapak Sabar Situmorang dan Bapak Suhendro. Keduanya sepakat bahwa pasar rakyat memiliki potensi besar sebagai daya tarik wisata. Bapak Sabar Situmorang mencontohkan keberhasilan pengelolaan pasar di Shanghai, di mana kebersihan menjadi salah satu kunci menciptakan pengalaman positif bagi pengunjung. Sementara itu, Bapak Suhendro mengangkat contoh dari Pasar Gede di Solo, yang menggabungkan belanja tradisional dengan wisata kuliner khas daerah. Ia menegaskan bahwa pasar wisata tidak hanya menjadi tempat belanja, tetapi juga berfungsi sebagai sarana edukasi budaya, memperkenalkan generasi muda pada tradisi lokal, serta mendukung perekonomian daerah.

Sebagai tempat belanja kebutuhan sehari-hari, pasar rakyat harus mampu bersaing dengan pasar modern. Kebersihan, keamanan, dan kenyamanan menjadi aspek utama yang harus diperhatikan. Menurut Bapak Suhendro, fasilitas seperti toilet yang bersih dan wangi sangat penting untuk menarik minat konsumen, terutama ibu rumah tangga yang merupakan pengunjung utama pasar.

Dalam diskusi tersebut, Bapak Sabar Situmorang juga menyoroti pentingnya mengubah paradigma pengelolaan pasar rakyat, seperti misalnya konsep enlace, yaitu orkestrasi daya tarik yang melibatkan semua pihak—penyewa, pengunjung, dan pengelola. Menurutnya, keunggulan lokasi (place) dan ruang (space) saja tidak cukup untuk menjamin keberhasilan pasar rakyat. Konsep enlace berfokus pada penciptaan nilai tambah melalui perancangan pasar yang atraktif dan relevan bagi semua pihak. Ia mencontohkan bagaimana pasar modern yang dikelola oleh investor swasta mampu menghadirkan pengalaman belanja yang memuaskan sekaligus menarik bagi berbagai kalangan.

Sementara itu, Bapak Agus S. Ekomadyo, sang penulis buku, menyampaikan harapannya agar karyanya ini dapat menjadi inspirasi bagi berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga akademisi, untuk menjaga keberlanjutan pasar rakyat. Ia menekankan pentingnya riset berbasis kebijakan yang didukung oleh subsidi untuk menciptakan solusi nyata. Selain itu, pendidikan yang mengintegrasikan teori dengan praktik lapangan juga dianggap krusial dalam mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Transformasi pasar rakyat, menurut Bapak Agus membutuhkan sinergi antara pemerintah, komunitas, akademisi, dan pelaku pasar. Dengan pendekatan holistik, dialog terbuka, dan kolaborasi yang efektif, pasar rakyat dapat berkembang menjadi ruang yang modern, efisien, dan berdaya saing tinggi. Selain meningkatkan kesejahteraan pedagang, transformasi ini juga berkontribusi dalam memperkuat identitas budaya Indonesia sekaligus mendukung perekonomian lokal. Buku “Pasar Rakyat sebagai Place dan Space” diharapkan menjadi panduan berharga untuk mendorong keberlanjutan pasar rakyat sebagai bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *